Rabu, 29 Januari 2014

Girl With Pink Soled Boot



Girl With Pink Soled Boot

            Aku bertemu seorang gadis. Atau boleh disebut wanita muda hampir tua, atau sebut saja perempuan. Ia punya teman baru, sebuah rutinitas memuakkan yang memaksanya menjelma sebagai robot. Selain itu ia juga punya teman baru, sepasang sepatu boot hitam bersol merah muda. Ia biasa mengenakan sepatu boot itu hanya pada saatpergi atau pulang dari tempatnya bekerja. Itu menyakitkan. Karena selain sandal jepit, kakinya hanya akrab dengan boot. Dan ketika ia harus menghabiskan hari bersama pantopel bertumit runcing, rasanya menyedihkan.
            Sedih karena bukan hanya kaki, tapi tangan, punggung, bahu, pinggul, bibirnya, matanya bicaranya, bahkan mungkin otaknya, sudah bukan miliknya lagi. Kecuali hatinya yang mungkin akan segera menyusul juga.
            Ia menyesal. Menyesal karena telah berpikir dengan caranya sendiri, bukan seperti cara berpikir orang lain yang hidup di sekitarnya. Ia menyesal karena bukan dunia yang menguasai diri atau diri yang menguasai dunia, tapi diri yang menguasai diri. Padahal ia pun masih ragu tentang kekuasaan atas diri itu.
            Ia pikir tidak mungkin manusia berkuasa. Manusia tidak mungkin menjadi teratas. Manusia hanya seonggok massa yang tiba-tiba bisa bergerak. Sayangnya tidak hanya tubuh yang bergerak, tapi otak dan hatinya juga. Itu yang ia pikir membuat semuanya jadi sulit. Ia ingin berhenti. Berhenti dari semua yang ia pikir berat. Berhenti dari semua hal yang selalu membuat kelopak matanya tertutup dalam langkah. Bibir terkatup dalam nyanyian. Ia ingin bebas dari kebebasan itu.
            Ia pikir, ia tidak perlu berpikir. Tapi belakangan ia sadari itupun ternyata sebuah kegiatan berpikir.  Akhirnya ia ingin berhenti menjadi seonggok massa yang bergerak. Namun ia sadari perubahan tidak selalu mudah. Ia tidak tahu lagi harus apa.
            Pagi ini ia raih lagi boot bersol merah muda dan menyikatnya dengan semir. Ia pikir, “Ah.. Baiklah, aku berpikir. Aku pikir aku harus menyikat sepatu boot-ku setiap hari. Setiap akan berangkat ke tempat kerja.”
            Terakhir aku melihatnya duduk sendiri memandangi sudut tembok. Setelah aku perhatikan, ternyata ia sedang mengamati seekor laba-laba yang sangat kecil tengah menjerat mangsanya. Ku kira.. mangsanya seekor semut.
            Maaf, sebenarnya aku juga tidak mengerti tentang gadis itu. Maaf ya.
19 Jan ‘14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar