Senin, 24 Februari 2014

"Kuangkat rambut tinggi-tinggi"


Pagi ini tidak ada telur dadar. Bahkan tidak segelas air hangat.

Di meja yang dingin itu dia duduk seorang diri.
Oh, dia tidak sendiri, dia bersama untaian lamunan.

Dia memoles kuku di tangannya dengan cat warna coklat.
Dia bisa pilih warna lain yang lebih cerah.
Tapi coklat itu manis, pikirnya.

Itu pasti karena coklat telah bertemu gula dan susu.
Tapi tetap bisa diresapi pahit di dalamnya.

Kukunya kini berwarna coklat. Tapi terus ia poles lagi dengan cat hingga bertumpuk.
Tebal dan pekat.
Mengkilat.
Daging di bawah kukunya hilang tersembunyikan.

Pagi ini ia ingin menyentuh rasa.
Pahit kopi misalnya.
Sayang, hanya ada asam.

Pagi ini tengkuk kurusnya lebih menonjol, melengkung, tertekuk.
Kepalanya seakan menggantung.
Terkulai.
Seperti kuncup bunga yang terlanjur dipetik.
Kering layu.

Keningnya berkerut.
Pangkal tenggorokannya berkata,
"Ini dunia yang tak kau mengerti."

24 Februari 2014 pukul 10:02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar